Thursday, August 2, 2007

Hobi baru pemerintah yang tak pikirkan nasib anak cucu

Semenjak moneter melanda Indonesia di tahun 1998, banyak yang menyuarakan reformasi. Seolah dengan reformasi bangsa ini akan bangkit lagi dari keterpurukannya. Bahkan hingga kini medio 2007 genap 9 tahun sudah semangat reformsi itu dihembuskan, namun apa dinyana, seolah gejala bangsa ini untuk sembuh dari sakitnya yang sudah kronis itu, kalau pun ada tak jauh dari orang yang masih dalam penyembuhan .

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk memperbaiki perekonomian bangsa. Hutang yang terlanjur menggunung pada IMF adalah sebuah "PR" yang harus dilunasi. Sungguh beruntung nasib para tetangga. Malaysia khususnya negara ini tak mau terikat dengan IMF ketika mereka sama-sama dilanda moneter dengan Indonesia di tahun 1998. Kini mereka telah bangkit lagi dan telah mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Namun bagaimana dengan Indonesia....? Kadang kita hanya bisa tersenyum kecup menjawab pertanyaan itu. Apakah bangsa ini benar-benar telah sembuh....:(

Untuk memulihkan ekonomi dan membayar hutang pemerintah melakukan bebagai cara. Selain menggenjot pendapatan dari pajak, menyita aset-aset swasta, ada sebuah kelakuan aneh yang kemudian menjadi hobby... Ya... sebuah istilah privatisasi di gelontorkan. Pemerintah melakukan penjualan aset-aset negara yang menurut mereka dapat menghasilkan miliaran dollar untuk menutupi pembayaran hutang dan devisit APBN. Satu persatu BUMN di jual. Ada yang disebut dengan istilah menstrukturisasi saham pemerintah, ada istilah tukar guling dan lainnya yang notabene adalah bagaimana pemerintah bisa mendapatkan uang. Bahkan diera perintahan sebelumnya yang katanya presiden pertama di dunia yang perempuan, dimana seorang perempuan cendrung untuk sayang terhadap sebuah barang yang dimiliknya dengan gampangnya melalui mentrinya mereka menjual kapal tanker besar milik Pertamina. Dan sampai sekarang masih di permasalahkan

Duh.. teriris rasanya hati ini mengingat kembali memori-memori itu. Ternyata yang namanya hobby memang sudah tidak bisa dihentikan atau di tinggalkan begitu saja. Lepas dari Penjualan saham Indosat, Telkomsel dan banyak lagi yang susah kiranya disebutkan satu-persatu, semua BUMN mungkin harus sudah menanamkan dalam visi dan misi mereka sebuah kalimat "Siap untuk di Jual".

Sebuah prilaku aneh memang, sebuah BUMN yang dilihat prospektif bukannya di berikan motivasi untuk selalu prima dan mendapatkan keuntungan terbaik, malah siap-siap untuk di jual. Seolah disana pemerintah melihat ada peluang dana segar yang didapat dari penjualan BUMN itu, duh benar-benar pikiran seoarang konsumtif. Tapi terasa semangkin aneh ketika BUMN yang merugi dan bahkan hampir tidak mampu apabila tidak di subsidi malah dipertahankan dan disuntik dengan dana segar. Tengoklah Garuda dan Merpati. Disaat geliat bisnis penerbangan Indonesia yang semangkin hari semangkin berkilau, 2 perusahaan ini tetap saja merugi. Entah dimana salahnya mungkin hanya menajemen persusahaan yang tau persis.

Baru-baru ini yang dilakukan pemerintah dengan hobby menjual aset negara adalah privatisasi BNI. tak tanggung-tanggung dana yang diharapkan dari hasil privatisasi ini adalah 4,7 T. Besar memang dana itu jika dilihat sesaat, namun ditangan pemerintah seperti kita ini tak butuh waktu lama untuk menghabiskan dana itu. Mesti dana yang diharapkan tidak kesampaian privatisasi tetap dilakukan.

Pemerintah kita memang karakter yang berpikir sesaat. Mereka tidak berpikir kalau semua aset negara ini dijual, apalagi yang akan mereka tinggalkan untuk pemerintahan anak cucu mereka nanti. Seandainya saya jadi presiden dalam kurun 20-25 tahun lagi saja, entah berapa BUMN yang sudah terjual..? dan entah berapa lagi BUMN yang tersisa...?

Atau malah dizaman saya nanti tidak adalagi aset dan kekayaan negara, semua pendapatan hanya dari pajak, dan regulasi yang dibuat-buat untuk mendapatkan dana dari pendapatan bukan pajak. Malang benar nasib generasi muda bangsa ini aset negara yang dengan susah payah di buat dan dibangun oleh kakek dan nenek mereka pada masa lampau di jual dan digadaikan oleh bapak- ibu sendiri. Sungguh malang nasibmu nak.......

Nak berpikirlah apa yng bisa engkaumakan di hari nanti..

(tulisan ini tidak bermaksud memojokkan atau mencemarkan mana baik pemerintah, hanya sebuah perenungan terhadap masa depan anak bangsa)....

Wednesday, April 11, 2007

Kegemaran yang hilang.....

Sebenarnya sepakbola adalah olahraga yang paling aku suka semenjak kecil. Hampir seperempat hari dari keseharianku kuhabiskan dilapangan hijau. Aku juga bergabung di klub sepakbola sewaktu SDd, begitu juga sampai SMP. saking sukanya aku dengan sepakbola, maka ku penuhi hasratku dengan membeli seluruh peralatan yang dibutuhkan untuk bermain sepakbola. Mulai dari bola, sepatu, baju, engkel dan lain-lain yang berhubungan dengan peralatan dan aksesoris pendukung untuk bermain sepakbola. Untuk posisi dalam bermain bola, aku bisa dimana saja, tapi aku paling senang kalau jadi straiker atau playmaker. Aku pernah juga berposisi di sayap kiri, stoper atau kiper.
Sebuah pengalaman yang tidak pernah ku lupakan. Sampai wajtu itu tiba. Aku kesekolah seperti baiasa, namun ada yang anek dengan pandanganku, tak lama setelelah ku periksakan ke dokter mata, maka aku di fonis kena sakit mata rabun jauh dan silindris. Semenjak saat itu karirku di sepakbola mulai erdup, aku tidak bisa lagi bermain bola pada sore hari, karena aku sudah tidak lagi bisa melihat arah bola dengan akurat. Sampai akhirnya kuputuskan untuk gantung sepatu. Dan akhirnya untuk mengobati kerinduanku pada olahraga yang satu ini, aku hanya bisa menjadi penonton bola yang setia atau membaca bacaan seputar sepakbola.